Menurut
Undang Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup
Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berWawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan
yurisdiksinya.
Dalam
lingkungan hidup terdapat ekosistem, yaitu tatanan unsur lingkungan hidup yang
merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Merujuk
pada definisi di atas, maka lingkungan hidup Indonesia tidak lain merupakan
Wawasan Nusantara, yang menempati posisi silang antara dua benua dan dua
samudera dengan iklim tropis
dan cuaca serta musim yang memberikan kondisi alamiah dan
kedudukan dengan peranan strategis yang tinggi nilainya, tempat bangsa Indonesia
menyelenggarakan kehidupan bernegara dalam segala aspeknya. Secara hukum maka
wawasan dalam menyelenggarakan penegakan hukum pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia
adalah Wawasan Nusantara.
Berdasarkan AMDAL terdapat
dua jenis batasan tentang dampak, yaitu:
a. Dampak pembangunan terhadap
lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan
dan yang diprakirakan akan ada setelah ada pembangunan.
b. Dampak pembangunan terhadap
lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan yang diprakirakan akan
ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan akan ada dengan adanya
pembangunan tersebut. AMDAL suatu usaha atau kegiatan bersifat terbuka untuk
umum dan diketahui oleh masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan. Sebab
sejak awal proses pembuatan dokumen AMDAL, melibatkan pihak-pihak yang
berkepentingan. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 33 ayat (1) menyatakan : “Setiap usaha
dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib diumumkan. Terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup”.36 Sedangkan
Pasal 34 ayat (1) menyatakan : “Warga masyarakat yang berkepentingan wajib
dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan,
analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan
rencana pemantauan lingkungan hidup”.37
c. AMDAL suatu usaha atau kegiatan yang berupa dokumen terdiri dari 3 bagian yang
terdiri dari :
1.
Kerangka Acuan Analisis Dampak
Lingkungan (KA-ANDAL)
Pengertian
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL) terdapat dalam Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup,
Pasal 1 butir (3) yang menyatakan : “Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian
analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan”.38
2.
Analisis Dampak Lingkungan
(ANDAL)
Pengertian
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27
Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (4)
yang menyatakan : “Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telahan
secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha
dan atau kegiatan”.39
3.
Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL)
Pengertian
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 27
Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup, Pasal 1 butir (5)
yang menyatakan : “Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya
penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan
akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan” 4) Rencana Pemantauan Lingkungan
(RPL) Pengertian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) terdapat dalam Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkunga Hidup,
Pasal 1 butir (6) yang menyatakan: “Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL)
adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan
penting akibat dari rencana usaha dan atau kegiatan”. Pedoman penyusunan
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL). Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL). Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) didasarkan kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik
Indonesia No. 14 Tahun 1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan AMDAL, yang
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Pedoman Umum Penyusunan AMDAL adalah
keseluruhan proses yang berturut-turut meliputi :
I.
Penyusunan Kerangka Acuan
Analisis Dampak Lingkungan (KAANDAL).
II.
Penyusunan Analisis Dampak
Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL).
PERATURAN DAERAH
PROVINSI DAERAH JAKARTA
NOMOR 3 TAHUN 2009
TENTANG
PENGELOLAAN AREA
PASAR
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
GUBERNUR PROVINSI
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Menimbang : a. bahwa
sejalan dengan perkembangan pembangunan kota Jakarta dan
pertumbuhan jumlah
penduduk yang semakin bertambah selain mengakibatkan
meningkatnya
konsumsi masyarakat terhadap barang dagangan kebutuhan
rumah tangga, juga
berpengaruh terhadap pelaksanaan pengelolaan area pasar
di
wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
b. bahwa berkaitan dengan hal tersebut dan dalam
rangka terwujudnya
pelaksanaan
pengurusan dan pengelolaan area pasar secara lebih
berdaya
guna dan berhasil guna serta untuk meningkatkan pelayanan
kepada
masyarakat, perlu meninjau kembali dan mengubah serta
mengganti
peraturan pengurusan pasar di Wilayah Daerah Khusus
Ibukota
Jakarta sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah
Nomor
6 Tahun 1992;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam
huruf
a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Pengelolaan
Area Pasar;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
jo Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya Undang-Undang
dan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1962 Nomor 10 Tambahan Lembaran Negara Nomor 238 jo Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1969 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2901);
2. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
4. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
5. Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 4725);
6. Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah
Khusus Ibukota
Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4744);
7. Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4866);
8. Peraturan
Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,
Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern;
9. Keputusan
Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 56
Tahun 1971, Nomor 103/KP/V/1971 tanggal 17 Mei 1971 jo.
Nomor 92 Tahun 1979
dan Nomor 409/KPB/V/1979 tentang Ketentuan-ketentuan Kewenangan dalam
Memberikan Izin Tempat Usaha Perdagangan;
10. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1998 tentang Hukum Badan
Usaha Milik Daerah;
11. Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik
Daerah;
12. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 153 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Barang Daerah
yang dipisahkan;
13. Peraturan
Menteri Perdangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern;
14. Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 1978 tentang Pengaturan Tempat dan Usaha serta Pembinaan
Pedagang Kaki lima dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 1979 Nomor 15);
15. Peraturan
Daerah Nomor 5 Tahun 1988 tentang Kebersihan Lingkungan Dalam Wilayah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Tahun 1988 Nomor 31);
16. Peraturan
Daerah Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun
1999 Nomor 23);
17. Peraturan
Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta di Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun
2002 Nomor 76);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Dan
GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA
JAKARTA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG
PENGELOLAAN AREA PASAR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan
Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2. Pemerintah
Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai penyelenggara pemerintahan
daerah.
3. Gubernur adalah
Kepala Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
4. Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut Dewan adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
5. Anggaran Daerah
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
6. Perusahaan
Daerah Pasar Jaya yang selanjutnya disebut PD Pasar Jaya adalah Perusahaan
Daerah Pasar Jaya Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
7. Direksi adalah
Direksi PD Pasar Jaya.
8. Direktur Utama
adalah Direktur Utama PD Pasar Jaya.
9. Direktur adalah
Direktur PD Pasar Jaya.
10. Badan Pengawas
adalah Badan Pengawas PD Pasar Jaya.
11. Pengelolaan
Area Pasar adalah pengurusan dan pengembangan pasar beserta fasilitas
penunjang.
12. Pasar adalah
area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang
disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan mall, plasa,
pusat perdagangan maupun sebutan lainnya milik Pemerintah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Pasar Jaya.
13. Area pasar
adalah area yang dimiliki dan/atau dikelola oleh PD Pasar Jaya berupa pasar
beserta fasilitas penunjang.
14. Fasilitas
penunjang adalah prasarana dan sarana yang langsung atau tidak langsung
mendukung kegiatan pasar yang berada di area pasar antara lain perkantoran dan
hotel.
15. Pasar
tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah
daerah, swasta, badan usaha milik Negara dan badan usaha milik Daerah termasuk
kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, counter, los
dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli
barang dagangan melalui tawar menawar.
16. Pedagang adalah
orang atau badan hukum pemakai tempat usaha yang berdasarkan izin pemakaian
tempat usaha mempunyai hak memakai tempat usaha di pasar untuk memperdagangkan
barang dan jasa.
17. Tempat usaha
adalah tempat jual beli barang dan/atau jasa dalam area pasar.
18. Pemindahan hak
adalah pengalihan hak pemakaian tempat usaha di pasar baik sementara maupun
selama berlakunya hak pemakaian tempat kepada orang atau badan hukum .
19. Surat Izin
Pemakaian Tempat Usaha adalah izin tertulis dari Direksi atas pemakaian tempat
usaha di pasar.
20. Sertifikat Hak
Pemakaian Tempat Usaha adalah bukti kepemilikan hak pemakaian tempat usaha yang
berlaku untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun yang dapat
dijadikan agunan.
21. Hak Pemakaian
Tempat Usaha adalah hak memakai tempat usaha di pasar untuk jangka waktu
tertentu dengan kewajiban membayar hak pemakaian tempat usaha di pasar dan
kewajiban lain yang ditetapkan oleh Direksi.
22. Hak Sewa adalah
hak yang diberikan kepada seseorang dan/atau badan hukum untuk menggunakan
tempat usaha dengan jangka waktu tertentu dan diikat dengan perjanjian.
BAB
II
WEWENANG PENGELOLAAN AREA PASAR
Pasal 2
(1) Pengelolaan Area Pasar milik Pemerintah Provinsi DKI - Jakarta
dilaksanakan
oleh PD Pasar Jaya;
(2) Pengelolaan Area Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Pasal 3
Dalam melaksanakan pengelolaan area pasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2,
Direksi diberikan wewenang untuk menetapkan :
a. tempat-tempat sebagai pasar;
b. pembagian tempat dalam pasar;
c. jam buka tutup pasar;
d. batas wilayah pasar;
e. hak pemakaian tempat usaha;
f. jumlah kepemilikan hak pemakaian tempat usaha;
g. perpanjangan hak pemakaian tempat usaha;
h. penggunaan area dan bangunan pasar; dan
i. jenis dan pemanfaatan fasilitas penunjang.
Pasal 4
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Direksi
berwenang,
menetapkan :
a. perubahan tata ruang dan desain peruntukan tempat dalam area pasar;
dan
b. perombakan, penambahan perubahan bentuk tempat usaha, perluasan dan
perubahan peruntukan tempat usaha dalam area pasar.
BAB III
KLASIFIKASI PASAR
Pasal 5
Klasifikasi
pasar diatur berdasarkan kegiatan dan pelayanan yaitu :
a. sifat
kegiatan dan jenis dagangan;
b. ruang
lingkup pelayanan;
c. tingkat
potensi; dan
d. waktu
kegiatan.
Pasal 6
(1) Sifat
kegiatan dan jenis dagangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5
huruf a terdiri dari:
a. pasar
eceran;
b. pasar
grosir;
c. pasar
induk; dan
d. pasar
khusus.
(2) Ruang
lingkup pelayanan pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b
terdiri dari :
a. pasar
lingkungan;
b. pasar
wilayah;
c. pasar
kota; dan
d. pasar
regional.
(3) Tingkat
potensi pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c
terdiri
dari:
a. potensi
pasar A;
b. potensi
pasar B; dan
c. potensi
pasar C.
(4) Waktu
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d terdiri
dari:
a. pasar
siang hari;
b. pasar
malam hari; dan
c. pasar
siang malam.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi pasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan
ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur atas usul Direksi. (6) Ketentuan
lebih lanjut mengenai klasifikasi pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan Direksi.
BAB IV
JENIS DAN SYARAT PEMAKAIAN TEMPAT
Bagian Kesatu
Jenis Hak Pemakaian Tempat
Pasal 7
(1) Jenis
Hak Pemakaian Tempat dalam area pasar dapat berupa :
a. Hak Sewa Tempat Usaha untuk jangka waktu
tertentu; dan
b. Hak Pemakaian Tempat Usaha untuk jangka
waktu paling lama 20
(dua puluh)
tahun.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai hak sewa dan hak pemakaian tempat
usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direksi.
Bagian Kedua
Syarat Pemakaian
Tempat
Pasal 8
(1) Setiap orang atau badan usaha yang memakai tempat usaha dalam area
pasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, wajib
menandatangani
perjanjian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap orang atau badan usaha yang memakai tempat usaha dalam area
pasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b wajib memiliki
Surat Izin
Pemakaian Tempat Usaha dan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara
pemakaian tempat
usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Direksi.
BAB V
SUMBER PENERIMAAN
Pasal 9
(1) Setiap orang atau badan usaha yang memakai tempat dalam area pasar
harus
membayar kewajiban yang besarnya ditetapkan oleh Direksi.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi sumber
penerimaan
pengelolaan area pasar.
(3) Sumber penerimaan pengelolaan area pasar sebagaimana dimaksud pada
ayat
(4) meliputi:
a. penerimaan dari pemanfaatan area pasar;
b. penerimaan jasa administrasi;
c. hasil kerja sama;
d. penyertaan modal; dan
e. pendapatan lain yang sah.
Pasal 10
(1) Sumber penerimaan dari pemanfaatan area pasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a antara lain meliputi :
a. pengelolaan pasar harian atau bulanan;
b. penjualan hak pemakaian tempat usaha;
c. perpanjangan hak pemakaian tempat usaha;
d. sewa tempat usaha;
e. jasa parkir;
f. jasa mandi cuci kakus (MCK);
g. jasa listrik;
h. jasa air dan telepon;
i. reklame dan Promosi;
j. pengelolaan pelataran/kaki lima; dan
k. penerimaan dari pengelolaan hasil usaha fasilitas penunjang.
BAB VI
KEWAJIBAN DAN
LARANGAN
Pasal 11
Setiap orang dan/atau badan usaha yang memakai tempat usaha atau
berdagang
dalam area pasar wajib :
a. menjaga keamanan dan kertertiban tempat usaha, menempatkan dan
menyusun barang dagangan berserta inventarisnya dengan teratur,
sehingga tidak mengganggu lalu lintas orang dan barang;
b. memelihara kebersihan tempat dan barang dagangan serta
menyediakan tempat sampah yang ditetapkan;
c. memenuhi kewajiban pembayaran tepat waktu berdasarkan ketentuan
yang berlaku;
d. menyediakan alat pemadam kebakaran dan mencegah kemungkinan
timbulnya bahaya kebakaran di tempat usaha masing-masing;
e. membuka dan menutup tempat usahanya pada waktu yang telah
ditentukan; dan
f. melaksanakan ketentuan pemakaian tempat yang berlaku dan kewajiban
lain yang ditetapkan.
Pasal 12
Setiap orang dan/atau badan usaha yang memakai tempat usaha atau berdagang
dalam bangunan pasar dilarang :
a. memiliki lebih dari 5 (lima) tempat usaha dalam satu pasar;
b. merombak, menambah, mengubah dan memperluas tempat usaha;
c. mengubah jenis jualan dan atau macam dagangan yang bertentangan
dengan persyaratan yang telah ditetapkan;
d. mengadakan penyambungan aliran listrik, air, gas, dan telepon;
e. bertempat tinggal, berada atau tidur di pasar di luar jam buka
pasar;
f. menyalahgunakan narkotika dan minuman keras, melakukan perjudian
atau sejenis, usaha kegiatan yang dapat mengganggu dan
membahayakan keamanan dan ketertiban umum dalam pasar;
g. melakukan perbuatan asusila di dalam pasar;
h. mengotori, merusak tempat atau bangunan dan barang inventaris; dan
i. menempatkan kendaraan, alat angkutan atau binatang beban di luar
tempat yang ditentukan.
BAB VII
PEMBINAAN PEDAGANG
Pasal 13
(1) Direksi berkewajiban membina pedagang pasar.
(2) Pembinaan pedagang pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara
lain
meliputi:
a. memfasilitasi kerja sama wadah para pedagang dalam kemitraan
dengan pihak lain baik pada upaya ketersediaan akses permodalan
maupun ketersediaan komoditas barang yang dijual di pasar;
b. memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan kepada konsumen
oleh para pedagang baik mengenai kualitas produk, higienitas,
takaran, kemasan, penyajian/penataan barang maupun dalam
pemanfaatan fasilitas pasar;
c. memfasilitasi peningkatan kualitas sumber daya manusia pedagang
baik melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan;
d. memberikan hak prioritas kepada pedagang lama untuk
memperoleh tempat usaha yang baru hasil pembangunan;
e. setiap rencana pembangunan pasar yang mencakup rencana
bangunan, penempatan pedagang maupun harga tempat usaha
harus disepakati paling kurang 60% (enam puluh persen) pedagang
eksisting aktif yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis di atas
materai;
f. memfasilitasi pemberian kredit bagi pedagang bekerjasama dengan
lembaga keuangan; dan
g. pada pasar-pasar yang baru dibangun, seluruh areal pasar seperti
lapangan parkir, lorong, koridor tidak diperbolehkan dipergunakan
oleh pedagang kaki lima.
BAB VIII
PENGAWASAN DAN
PENGENDALIAN
Pasal 14
Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan pengelolaan area
pasar
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
SANKSI
Pasal 15
Setiap orang dan/atau Badan Usaha yang melakukan pelanggaran
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pasal 9 ayat
(1), Pasal 11
dan Pasal 12 huruf a sampai dengan huruf e, huruf h dan huruf i
dikenakan sanksi
administrasi melalui tahapan :
a. penutupan sementara tempat usaha;
b. pembatalan Surat Izin Pemakaian Tempat Usaha;
c. pembatalan Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha; dan
d. pembatalan perjanjian pemakaian tempat usaha.
PERATURAN WALIKOTA
DEPOK
NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 03
TAHUN 2012 TENTANG
PENGELOLAAN PASAR TRADISIONAL
PEMERINTAH KOTA DEPOK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA DEPOK,
Menimbang : a. bahwa
berdasarkan ketentuan Pasal 26 Peraturan Daerah Kota
Depok Nomor 03
Tahun 2012 tentang Pengelolaan Pasar Tradisional Pemerintah Kota Depok, hal-hal
yang belum diatur
dalam Peraturan
Daerah ini sepanjang mengenai ketentuan teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Walikota;
b. bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu
menetapkan Peraturan Walikota tentang Petunjuk
Pelaksanaan
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 03
Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Pasar Tradisional
Pemerintah Kota
Depok;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1999 tentang
Pembentukan
Kotamadya
Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah
Tingkat II Cilegon
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3828);
2. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4355);
5. Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua
atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor
59, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor
4844 );
6. Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126,
Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 4438);
7. Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
8. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor
130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
2009 Nomor 5049);
9. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 5234);
10. Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor
4578);
11. Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,
Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
12. Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
13. Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor
89, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor
4741);
14. Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah
Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 4833);
15. Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pemberian dan
Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah
dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor
119, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor
5161);
16. Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21
Tahun 2011;
17. Peraturan
Daerah Kota Depok Nomor 27 Tahun 2000 tentang
Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2000 Nomor
27 Seri C);
18. Peraturan
Daerah Kota Depok Nomor 07 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintah
Wajib dan Pilihan yang menjadi Kewenangan
Pemerintah Kota
Depok (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2008 Nomor
07);
19. Peraturan
Daerah Kota Depok Nomor 08 Tahun 2008 tentang
Organisasi
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Depok
Tahun 2008 Nomor
08) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 20
Tahun 2011
(Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2011 Nomor 20);
20. Peraturan
Daerah Kota Depok Nomor 03 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Pasar
Tradisional Pemerintah Kota Depok (Lembaran
Daerah Kota Depok
Tahun 03 Nomor 2012);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA
DEPOK
NOMOR 03 TAHUN 2012
TENTANG PENGELOLAAN PASAR
TRADISIONAL
PEMERINTAH KOTA DEPOK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan :
1.
Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Depok.
2. Kota
adalah Kota Depok.
3. Walikota
adalah Walikota Depok.
4. Kepala
Dinas adalah Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar
yang secara
teknis menangani urusan pemerintahan bidang Koperasi, UMKM dan Pasar Kota
Depok.
5. Dinas
adalah Dinas Koperasi, UMKM dan Pasar Kota Depok.
6. Pejabat
yang ditunjuk adalah Pejabat yang diberikan
kewenangan
oleh Walikota untuk mengelola pasar dan mendapat
pendelegasian
wewenang dari Walikota.
7. Izin
Prinsip adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk
menyelesaikan
perizinan terkait dalam rangka mendirikan pasar.
8. Pasar
adalah area tempat jual beli barang dengan jumlah
penjual
lebih dari satu baik yang disebut sebagai,pusat
perbelanjaan,
pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat
perdagangan
maupun sebutan lainnya.
9. Pasar
Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik
Negara dan
Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan
swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
tenda yang
dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah,
swadaya
masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil,
modal kecil
dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui
tawar
menawar.
10. Pasar
khusus adalah pasar tradisional dimana barang yang
diperjual
belikan bersifat khusus atau spesifik, seperti pasar
hewan, pasar
burung, pasar bunga dan sejenisnya.
11. Pasar
Sementara adalah pasar tradisional yang menempati
tempat atau
areal tertentu yang diperbolehkan atau atas
persetujuan
Walikota atau pejabat yang ditunjuk, dengan
bangunan
tidak permanen atau tidak bersifat rutinitas.
12. Bangunan
pasar adalah semua bangunan di dalam pasar dalam
bentuk
apapun.
13. Kios
adalah bagian dari bangunan yang satu sama lain dibatasi
dengan
dinding serta dapat ditutup.
14. Los
adalah bagian dari bangunan pasar yang merupakan
bangunan
beratap, baik dengan penyekat maupun tidak, yang
digunakan
untuk menjajakan barang-barang dagangan.
15. Tempat
berjualan adalah tempat di dalam bangunan pasar atau
halaman
pasar yang khusus disediakan untuk melakukan
kegiatan
usaha berupa antara lain kios, dan los.
16. Pedagang
adalah mereka yang memakai tempat untuk berjualan
barang
maupun jasa secara tetap maupun tidak tetap di pasar
milik
pemerintah daerah.
17. Pedagang
tetap adalah pedagang secara terus menerus di pasar
dan di
lokasi tertentu milik pemerintah daerah yang tetap dan
penggunaan
tempat tersebut oleh pedagang yang bersangkutan
telah
mendapat ijin resmi dari Walikota Depok.
18. Badan
adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik
negara
(BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan
nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana
pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga
dan bentuk
badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk
usaha tetap.
19.
Pengelolaan pasar adalah pengelolaan manajemen secara
langsung
oleh Pemerintah Kota terhadap pasar tradisional, pasar
khusus dan
pasar sementara dalam bentuk pengawasan,
pengendalian
dan pembinaan yang meliputi perlindungan,
penataan,
dan pemberdayaan.
20. Penataan
pasar adalah segala upaya yang dilakukan oleh
pemerintah
kota untuk mengatur dan menata pasar tradisional
pemerintah
kota meliputi pembangunan dan revitalisasi pasar.
21.
Revitalisasi adalah proses rehabilitasi atau peremajaan
bangunan pasar.
22.
Pemanfaatan pasar adalah pemanfaatan sarana dan prasarana
pasar oleh
pedagang, pelaku usaha, dan entitas ekonomi
lainnya
dalam bentuk penyewaan.
BAB II
BENTUK-BENTUK PEMANFAATAN PASAR TRADISIONAL
PEMERINTAH KOTA
Bagian Pertama
Prosedur Pemberian Surat Keterangan Pemanfaatan
Tempat Berjualan
Pasal 2
1) Pemberian
Surat Keterangan Pemanfaatan Tempat Berjualan
(SKPTB),
diberikan kepada orang atau badan hukum yang
menyewa kios
dan los dengan prosedur dan syarat-syarat
sebagai
berikut :
a.
Mengajukan surat permohonan secara tertulis kepada Kepala
Dinas
sebagaimana dimaksud pada form PPsr-7 dengan
melampirkan
syarat-syarat sebagai berikut :
1) Kartu
Tanda Penduduk (KTP);
2) Kartu
Keluarga (KK);
3) Surat
perjanjian jual beli atau sewa pemanfaatan tempat
berjualan;
4) Kwitansi
atau tanda bukti pembayaran lunas pembelian
atau sewa
pemanfaatan tempat berjualan.
b. Berkas
permohonan izin yang masuk dan telah lengkap diberi
tanda terima
dengan menggunakan form PPsr-6A, sedangkan
berkas
permohonan yang belum lengkap dikembalikan ke
pemohon
dengan form PPsr-6B selambat-lambatnya 2 (dua)
hari kerja
setelah diterimanya permohonan tersebut disertai
penjelasan
kekurangan persyaratan;
c. Atas
dasar permohonan, Kepala Dinas melakukan penelitian
administratif
dan pengecekan lapangan dalam jangka waktu
paling lama
3 (tiga) hari kerja, sejak diterimanya Surat
Permohonan
yang hasilnya dituangkan dalam Berita Acara
Hasil
Penelitian sebagaimana dimaksud pada form PPsr-2;
d. Atas
dasar penelitian pada huruf c, Kepala Dinas atas nama
Walikota
Depok dapat menerbitkan atau tidak menerbitkan
Surat
Keterangan Pemanfaatan Tempat Berjualan, dalam
jangka waktu
paling lama 2 (dua) hari kerja sebagaimana
dimaksud
pada form PPsr-8A dan form PPsr-8B;
e. Penolakan
penerbitan Surat Keterangan Pemanfaatan Tempat
Berjualan
(SKPTB) harus disertai dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(2) Surat
Keterangan Pemanfaatan Tempat Berjualan (SKPTB),
berlaku
sesuai dengan jangka waktu sewa, untuk sewa lebih dari
1 (satu)
tahun wajib dilakukan registrasi ulang setiap tahun
dengan
prosedur dan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Pemegang
hak mengajukan permohonan secara tertulis
kepada
Kepala Dinas sebagaimana dimaksud pada form PPsr-
9 dengan
melampirkan persyaratan sebagai berikut :
1) Asli
Surat Keterangan Pemanfaatan Tempat Berjualan;
2) Kartu
Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
3) Kartu
Keluarga (KK);
b. Atas
dasar permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dilakukan
penelitian administratif yang hasilnya dituangkan
dalam Berita
Acara Hasil Penelitian sebagaimana dimaksud
pada form
PPsr-2;
c. Atas
dasar hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada
huruf b,
Kepala Dinas dapat menerbitkan atau menolak,
dalam jangka
waktu paling lama 2 (dua) hari kerja
sebagaimana
dimaksud pada form PPsr-10A dan form PPsr-
10B;
d. Penolakan
atas penerbitan Surat Bukti Pendaftaran ulang
harus
disertai dengan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Apabila
Surat Keterangan Pemanfaatan tempat Berjualan sudah
berakhir dan
bangunan pasar secara teknis masih layak
dipergunakan
untuk berdagang, maka pemegang hak
pemanfaatan
tempat berjualan dapat mengajukan permohonan
perpanjangan
hak kepada Walikota melalui Kepala Dinas
sebagaimana
dimaksud pada form PPsr-11 untuk jangka waktu
sewa yang
sama paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa sewa
berakhir,
dengan syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Menyerahkan Surat Keterangan Pemanfaatan Tempat
Berjualan
(SKPTB) asli;
b. Photo
copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemohon yang
masih
berlaku;
c. Kartu
Keluarga (KK);
d. Membayar
harga sewa kios atau los yang besarnya sesuai
dengan
Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 11 Tahun 2012
tentang
Retribusi Pelayanan Pasar;
(4) Setelah
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
terpenuhi,
maka dibuat perjanjian sewa antara Pemerintah Kota
Depok dengan
pemohon sesuai Peraturan perundang-undangan
yang
berlaku.
Pasal 3
(1)
Pemerintah Kota dapat melakukan revitalisasi pasar sebelum
habis masa
berlaku sewa, apabila bangunan pasar tersebut
secara
teknis sudah tidak layak atau tidak memungkinkan
untuk
digunakan sebagai tempat berjualan dengan tetap
memberikan
perlindungan terhadap pemegang hak pemanfaatan
tempat
berjualan dengan memperhitungkan sisa hak sewa yang
bersangkutan.
(2) Tata cara revitalisasi pasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur
sebagai berikut :
a. Melakukan
penelitian dan pengkajian secara teknis yang
dituangkan
dalam Berita Acara sebagaimana dimaksud pada
form PPsr-12
oleh Tim yang ditunjuk oleh Pejabat yang
berwenang
yang menyatakan kondisi pasar tersebut tidak
layak lagi
dipergunakan sebagai tempat berjualan;
b. Atas
dasar pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a,
dilakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada
pedagang
yang bersangkutan untuk realisasi pelaksanaan
revitalisasi
pasar.
c. Apabila
Hak Pemanfaatan Tempat Berjualan bagi para
pedagang di
pasar tersebut masih ada, maka hak tersebut
akan
diperhitungkan sesuai dengan sisa hak sewa yang
tersisa.
Pasal 4
(1) Hak atas
penyewaan Kios, Los, Tempat MCK dan ruang/lahan,
tidak dapat
dialihkan/dipindahtangankan kepada pihak lain
tanpa
persetujuan terlebih dahulu dari Kepala Dinas.
(2) Tata
cara permohonan pengalihan/pemindahtanganan hak sewa
atas kios,
los, tempat MCK dan ruang/lahan diatur sebagaimana
berikut :
a. Pemegang
hak mengajukan permohonan secara tertulis
diatas
materai cukup kepada Walikota melalui Kepala Dinas
Koperasi,
UMKM dan Pasar Kota Depok sebagaimana
dimaksud
pada form PPsr-13, dengan melampirkan syarat-
syarat
sebagai berikut :
1)
Menyerahkan Asli Surat Keterangan Pemanfaatan Tempat
Berjualan
untuk kios dan los atau menyerahkan Asli
Surat
Perjanjian Sewa untuk Tempat MCK dan
ruang/lahan;
2) Kartu
Tanda Penduduk pemegang hak dan pembeli hak
pemanfaatan
tempat berjualan;
3) Kartu
Keluarga (KK) pembeli hak;
4) Pas Photo
berwarna pembeli hak ukuran 3 x 4 cm;
5) Kuitansi
tanda bukti pembayaran harga sewa kios, los
atau tempat
MCK.
b. Atas
dasar permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dilakukan
penelitian admnistrasi dan lapangan yang hasilnya
dituangkan
dalam Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud
pada form PPsr-2;
c.
Berdasarkan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada
huruf b,
Kepala Dinas menerbitkan surat izin pemindahan
hak atas
sewa atau penolakan dengan mempergunakan form
PPsr 14-A
dan 14-B;
d. Apabila
permohonan izin dikabulkan, kepada pemegang hak
baru
diberikan Surat Keterangan Pemanfaatan Tempat
Berjualan
(SKPTB) dengan jangka waktu selama sisa hak
yang pertama
masih ada.
BAB III
PENCABUTAN DAN
PENARIKAN HAK PEMANFAATAN
TEMPAT BERJUALAN
Pasal 6
(1) Para
pemegang Hak Pemanfaatan Tempat Berjualan dan Kartu
Tanda
Berdagang di Pasar Tradisional Milik Pemerintah Kota
Depok yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 15,
Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18 dan pasal 21 Peraturan
Daerah Kota
Depok Nomor 03 Tahun 2012 atau pemegang hak
yang
meninggalkan atau mengosongkan tempat berdagang
selama 3
(tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan yang jelas,
dikenakan
sanksi berupa pencabutan hak untuk menempati
tempat
berjualan oleh dinas.
(2) Tata
cara pencabutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur
sebagai berikut :
a. Kepala
Dinas memberikan Surat Teguran Pertama atas
pelanggaran
yang dilakukan dengan jangka waktu selama 6
(enam) hari
kerja sebagaimana dimaksud pada form PPsr-17;
b. Apabila
Surat Teguran yang pertama tidak dilaksanakan,
maka Kepala
Dinas memberikan Surat Teguran Kedua
dengan
jangka waktu selama 5 (lima) hari kerja sebagaimana
dimaksud
pada form PPsr-18;
c. Apabila
Surat Teguran yang kedua tidak dilaksanakan, maka
Kepala Dinas
memberikan Surat Teguran yang ketiga
(terakhir)
dengan jangka waktu selama 3 (tiga) hari kerja
sebagaimana
dimaksud pada form PPsr-19;
d. Apabila
Surat Teguran yang ketiga tidak dilaksanakan juga,
maka Kepala
Dinas mengeluarkan Surat Penutupan
Sementara
dengan jangka waktu selama 7 (tujuh) hari kerja
sebagaimana
dimaksud pada form PPsr-20;
e. Apabila
selama jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja
sebagaimana
dimaksud pada huruf d, pemegang hak tetap
tidak
melaksanakan atau tidak memenuhi kewajibannya,
maka Kepala
Dinas mengeluarkan Surat Pencabutan Hak
Atas
Pemanfaatan Tempat Berjualan sebagaimana dimaksud
pada form
PPsr-21 dan perintah pengosongan sebagaimana
dimaksud
pada form PPsr-22, dengan jangka waktu
selambat-lambatnya
30 (tiga puluh) hari kerja sejak
dikeluarkannya
Surat Pencabutan Hak.
f. Setelah
proses pencabutan hak dan pengosongan
sebagaimana
dimaksud pada huruf e, Kepala Dinas dapat
mengalihkan
Hak Pemanfaatan Tempat Berjualan secara
langsung
kepada pihak lain yang membutuhkan, dengan
tetap
memperhatikan ketentuan yang berlaku.
BAB IV
PENYELENGGARAAN PASAR
KHUSUS/PASAR SEMENTARA
DI TEMPAT TERTENTU
Pasal 7
1)
Penempatan pasar khusus/pasar sementara di tempat tertentu
berupa pasar
malam/pasar mambo dapat diberikan oleh
Walikota
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kota Depok,
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Depok dan
Peraturan
Zonasi, sepanjang tidak mengganggu ketertiban
umum dan
keindahan kota dengan tetap berpedoman pada
peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan
pelaksanaannya
dikerjasamakan dengan Pemerintah Kota.
(2) Tata
cara izin atau penunjukan lokasi pasar khusus/pasar
sementara di
tempat tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur sebagai berikut
:
a.
Permohonan diajukan oleh perwakilan pedagang atau badan
hukum yang
akan menyelenggarakan pasar khusus/pasar
sementara
kepada Walikota melalui Kepala Dinas
sebagaimana
dimaksud pada form PPsr-1;
b. Atas
dasar surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf a,
Kepala Dinas bersama-sama dengan dinas/unit kerja
terkait
melakukan pengkajian dan penelitian yang hasilnya
dituangkan
dalam Berita Acara Hasil Penelitian sebagaimana
dimaksud
pada form PPsr-2;
c.
Berdasarkan Berita Acara Hasil Pengkajian dan Penelitian
sebagaimana
dimaksud pada huruf b, Kepala Dinas
menerbitkan
rekomendasi dapat atau tidak dapat dikabulkan
permohonan
penyelenggaraan pasar khusus/pasar sementara
di tempat
tertentu kepada Walikota Depok dengan disertai
pertimbangan/alasan
sebagaimana dimaksud pada
form PPsr-3;
d. Apabila
penempatan pasar khusus/pasar sementara berada
diatas tanah
Daerah Milik Jalan (DMJ), harus mendapat
rekomendasi
dari Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air atau
instansi
yang berwenang untuk itu;
e. Atas
dasar rekomendasi dari Kepala Dinas diterbitkan surat
izin
penyelenggaraan pasar khusus/pasar sementara atau
surat
penolakan penyelenggaraan pasar khusus/pasar
sementara di
tempat tertentu sebagaimana dimaksud form
PPsr-4A dan
PPsr-4B;
f. Apabila
pemohon telah mendapat izin prinsip atau izin lokasi
maka pemohon
wajib membuat/memproses dokumen amdal
atau UKL/UPL
dan izin mendirikan bangunan serta perizinan
lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8
(1)
Materi-materi yang ada didalam form-form petunjuk
pelaksanaan
ini dapat disesuaikan sesuai kebutuhan.
(2) Hal-hal
yang belum cukup diatur dalam Peraturan ini,
sepanjang
mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih
lanjut oleh
Kepala Dinas.
(3) Pada
saat Peraturan Walikota ini mulai berlaku, Peraturan
Walikota
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan
Daerah Kota Depok Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Pengelolaan
Pasar (Berita Daerah Kota Depok Tahun 2004
Nomor 14)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.